
“So What? Siklus bullish komoditas akan berakhir 2018, kenaikan bunga Fed Fund akan melamban, dan kebijakan the Fed masih tergantung pada arah kacamata James Bond.”
Investors beware 2.0: mission invisible – fallout
Sebelas tahun lalu (2007), bounce back harga minyak yang kembali menembus US$70 telah mengubah keadaan (Investors beware 1.0: Jim dan Jin, Bisnis Indonesia, 31 Juli 2007). Maka genderang perang ronde keduapun dimulai, setelah pada ronde pertama [sampai 2006] berhasil dijinakkan. Pemodal besar lalu menghubungi James Bond, dengan memberikan sebuah kacamata hitam pekat. Ketika dipakai, terdengar sebuah pesan: “Mr Bond, Anda tahu pamor kita telah menurun. Kita harus mendesak investor dunia agar segera reprice risks. Investasi di emerging perlu dihitung ulang karena mengandung risiko besar. Your mission is now to bring back oil price down at all costs. The Secretary perlu memperoleh justifikasi, untuk kembali menyemangati aliansi kita melakukan perang melawan terorisme. Siklus harga minyak tinggi harus dikendalikan, agar tidak menjadi liar.”
Kacamata lalu meledak dalam lima detik. Jim [yang lain], James Bull yang pekerjaannya sebagai pemulung, mengumpulkan pecahan kacamata. Dia tidak berhasil merangkai pesan, namun mencoba men-decode konsekuensinya. “Mr. Bond telah memperoleh license to kill. Ini berbahaya karena akan kembali memakai cara tidak konvensional seperti dalam mengelola harga minyak tinggi di ronde pertama, untuk meredam pengaruh axis of evils (poros para Jin), [Irak, Iran dan Korea Utara?]. James Bull tidak sampai pada kesimpulan apakah itu artinya provokasi di Pakistan, di kawasan nuklir Iran atau bom di bursa Karachi sampai ….” Ops (*), James Bull tidak menyimpulkan, tapi kok terjadi. Pakistan benar menjadi ajang drone dan bom setelah itu, meski tidak meledak di bursa Karachi.
Di akhir misinya, James Bull memperoleh kacamata mendiang Ali Murtopo dari Mr. Magic President, disertai sebuah pesan: “Your mission is now Mr. Bull, be patient! Don’t go beyond conventional market wisdoms. Harga asset termasuk minyak akan menyesuaikan dengan permintaan dan pertumbuhan ekonomi dunia. They are not just repricing risks, but also growth potential. So, be happy, but also be aware!”
Investors beware 2.0: mission invisible, cerai berai?
Sebelas tahun berlalu, 2018, James Bull mereka ulang, apakah justifikasi Mr. Bond yang membawa amanah kacamata hitam tersebut masih laku. Cara hardway dia nilai sudah usang, mudah ditebak dan berisiko kena pasal kejahatan kemanusiaan (*). Maka, pemodal besar menggunakan cara yang lebih lunak, yang di gado-gado dengan perang dagang. Mulai dari menginjak kaki teman agar memompa lebih banyak minyak, atau memblokade suplai barang ke Qatar, supaya menambah order jet atau senjata. Sampai cara yang invisible di Semenanjung Korea.
Satu hal, muaranya masih sama, berawal dari kebangkitan Tiongkok dan Rusia yang dianggap menjadi ancaman. Sementara rejim axis of evils masih bercokol. Maka misi berlanjut, uji coba nuklir Korea Utara (KU) adalah kesempatan emas, apalagi kedua Korea masih menyimpan demam perang dingin. Bersatunya dua Korea harus menjadi momentum bagi kejatuhan Tiongkok, seperti runtuhnya tembok Berlin yang mendorong dua Jerman bersatu, dan memicu pecahnya aliansi komunisme Uni Sovyet.
Let China down = Sovyet Union 2.0
So Mr. Bond: “Proses kejatuhan Tiongkok akan menyerupai proses bubarnya Uni Sovyet (Desember 1991). Shall you agree?” James Bull tidak paham, lalu membaca sejarah bubarnya Uni Sovyet di Wikipidea. Diantaranya protes di Tiananmen Square berakhir berdarah (4 Juni 1989), tembok Berlin runtuh (9 Nopember 1989), bersatunya dua Jerman (1990), yang membawa efek domino runtuhnya kekuasaan komunisme di Eropa Tengah dan Timur (1990-92). Kunjungan Paus Yohanes Paulus II ke kampung halaman Polandia (Juni 1991), memberi semangat perubahan besar-besaran di Eropa Timur. Setelah Josip Broz Tito meninggal 1980, Yugoslavia kehilangan sosok pemersatu, kepemimpinan kolektif pengganti Tito tidak berhasil menghentikan perang antar etnis. Slovodan Milosevic, yang pernah menjadi tokoh pemersatu setelah Tito, gagal, malah akhirnya divonis melakukan pembasmian etnis (genosida) kaum Muslim di Bosnia oleh ICC, Den Haag.
So, apakah Tiongkok akan bubar seperti Uni Sovyet? James Bull menarik benang merahnya, mungkinkah masalah Myanmar di Asia berakhir seperti Bosnia di Eropa? PBB terus mendesak Myanmar segera menyelesaikan masalah pengungsi Muslim Rohingya. Tuduhan genosida sedang diarahkan kepada Jenderal Myanmar, seperti Slovodan Milosevic di Bosnia? Badan HAM PBB meminta Tiongkok mengijinkan Tim Monitor memeriksa tudingan adanya camp indoktrinasi warga Uighur. Netralitas PBB perlu dimonitor juga, agar isu Rohingya dan warga Muslim Uighur tidak malah mendorong instabilitas. Kawasan Tiongkok Barat memerlukan figur kuat seperti Suu Kyi atau Dalai Lama untuk membangkitkan semangat seperti di Polandia. Mungkinkah Jepang, Filipina, atau Manado bisa berperan seperti Polandia? Waspada!
Plan B, trade war
Tahun 2017, isu Laut China Selatan (LCS) memanas karena Filipina menang gugatan di International Court, Belanda. Ini menjadi justifikasi bagi freedom of navigation. Tetapi, Presiden Aquino diganti dengan Duterte, dan hubungan Tiongkok-Filipina berbalik arah positip (*). Uji coba nuklir ICBM Korea Utara (KU) membuat suhu mendidih. Tiba-tiba Kim Jong Un berbalik arah ingin dua Korea bersatu (*) Padahal, misi James Bond yang ingin dua Korea bersatu beraliansi ke Barat, berhasil jika: rejim KU jatuh atau penduduk KU berbondong-bondong pindah ke Selatan, seperti orang Jerman Timur yang hijrah ke Barat setelah tembok Berlin runtuh. Tidak diduga, Kim Jong Un malah sowan ke Tiongkok minta nasihat Xi Jin Ping, sebelum memperoleh perjanjian damai dengan Amerika di Singapura. Rusia dikabarkan sudah menampung pekerja dari Korea Utara. Jika dua Korea damai bersatu, maka tentara sekutu disana bisa pulang kampung.
Sepak terjang James Bond dan James Bull tampaknya semakin head to head. Ketika tersudut, James Bond bertukar wajah dengan memakai topeng Ethan Hunt, segera mengangkat walkie talkie: “Abort it! Abort it!.” Gelombang suara tak terdengar. “I repeat, abort the mission!….. I repeat…” James Bull cuma melihat dari kejauhan, menerka mimik mulut Mr. Bond yang berkata: “Batal. Batal.” Berikutnya sulit ditebak: “Saya ulangi, gunakan Plan B! Plan B! 100% perang dagang….. I repeat, bukan gado-gado!”
Mr. Market, the tipping points
James Bull sampai pada titik penting, apa perlunya menggiring opini agar kejatuhan Tiongkok seperti Uni Sovyet? Apa perlunya bagi mindset pelaku pasar. Ini penting, kata Mr. Bull, sebab tanpa bantuan Mr. Market, upaya James Bond atau Ethan Hunt akan sia-sia. Jika opini diterima pasar, selanjutnya Mr. Market bisa bekerja sendiri (proxy war), menjadi mesin perusak yang berbahaya.
Supaya Mr. Market percaya, maka momentum kejatuhan Tiongkok tidak akan tiba-tiba, melainkan harus ada pra-kondisi logis. “If history is any guide,” jika sejarah dapat menjadi petunjuk. Maka pra-kondisi chaos dan tidak aman, seperti sebelum bubarnya komunisme Uni Sovyet, yang disuarakan berulang-ulang oleh media masa dan broker saham mainstream, akan mengerucut membentuk analogi tipping points dari Malcom Gladwell. Apa itu tipping points? Kondisi mewabah, efek domino atau contagion, pada saat mana arus pasar tidak terbendung.
Soal perang dagang, Mr. Market mencerna, mungkin tidak masalah sepanjang masih dalam koridor aturan dagang. Pasalnya, Mr. Bond yang mendapat backing dari big money managers mengancam, jika tidak menguntungkan “akan dikenakan sangsi.” So, sangsi demi sangsi adalah tanda kelemahan (*). Misalnya mengancam Turki dengan sangsi ekonomi jika memesan sistim rudal S-400 dari Rusia. Sikap ini malah mengundang India, mengikuti jejak Turki.
Sejauh ini, ancaman tarif tambahan $200 milyar cukup efektif untuk membuat bursa emerging babak belur, termasuk Tiongkok. “Plan B jalan terus, tarif maksimal, more casualties shows our strength.”
3 key points & 2018-2021 living dangerously
So what? Ada tiga fenomena penting: (1). “Jim Rogers pernah bilang siklus bullish komoditas akan berakhir 2013-2018 (klik “Strategi Super Investor Menghadapi Super Siklus,” Bisnis, 22 April 2008).” Dilain kesempatan, jikapun harga minyak naik lagi, mungkin tidak sampai seperti dulu ($147 pada 2008). Jika Rogers benar, kecuali kondisi politik memanas lagi, maka ekspektasi inflasi di AS bisa berbalik melemah meski tidak dalam waktu dekat. (2). Kenaikan suku bunga the Fed mungkin melamban 1-2 tahun lagi, dilihat dari spread yang makin rendah dengan yield jangka panjang. Kenaikan cepat yield jangka pendek, US Treasury Notes 2, 5 dan 10 tahun, mulai tidak direspond oleh T-Bond masa 30 tahun. Ini indikasi dari fenomena “conundrum” Alan Greenspan (2005). (3). “Kebijakan the Fed masih akan menyesuaikan dengan arah kacamata James Bond (klik Investors beware 1.0).” Kalau tidak berubah, maka kacamata masih mengarah pada perang dagang.
Perang tarif (poin 3) adalah obat kuat untuk antisipasi melemahnya pengaruh the Fed karena conundrum (2), demi menjaga US dolar tetap perkasa, sampai diperoleh korban yang sesuai harapan. Tanpa bantuan perang tarif, the Fed kehabisan nafas dalam dua tahun, seperti krisis Amerika 2007-08.
Jadi waspada di tahun 2018-2021! Akan ada peta baru Korea bersatu. Apakah akan merubah peta baru di Asia atau Timur Tengah? Disamping sebagai ulang tahun ke-30 Jerman bersatu, bubarnya komunisme Sovyet, juga ke-10 ekspansi ekonomi negara maju dan ke-20 ekpansi negara berkembang yang mungkin perlu istirahat (exhausted).
“So, Mr. President, may I suggest we are open to any policy experiments possible, to preemptively counter invisible consequences in the near future – including tackling national security issues.
Jakarta, 9 September 2018.
Oleh: Djoko Santoso Soenoe, Great Leap Indonesia, greatleap.id
Leave a Reply